Harga Bahan Pokok Naik Lagi, Warga Menjerit: “Gaji Belum Naik, Cabai Sudah Terbang!”
Cabai Merah Menjadi ‘Emas Merah’
Kenaikan harga bahan pokok kembali menghantam dapur masyarakat. Salah satu yang paling mencolok adalah harga cabai merah yang melonjak tajam hingga https://www.bartinmanset.com/ menyentuh Rp120.000 per kilogram di beberapa pasar tradisional. “Cabai udah kayak perhiasan, harus ditimbang pakai hati,” keluh Bu Siti, ibu rumah tangga yang setiap pagi belanja di Pasar Senen.
Tidak hanya cabai, komoditas lain seperti beras, bawang, dan minyak goreng juga ikut-ikutan naik. Beras premium kini menembus Rp16.000 per kilogram, sementara minyak goreng curah kembali mendekati angka Rp18.000 per liter. Kondisi ini tentu membuat masyarakat kecil semakin tercekik.
Kondisi Ekonomi yang Tak Sinkron
Di tengah harga kebutuhan pokok yang meroket, upah minimum regional (UMR) di banyak daerah justru stagnan. Beberapa pekerja bahkan mengaku belum menerima penyesuaian gaji sejak dua tahun terakhir. “Gaji masih harga lama, tapi belanja udah harga dunia,” celetuk Pak Dodi, karyawan swasta di Jakarta Timur.
Fenomena ini membuat daya beli masyarakat terus menurun. Banyak warga mulai mengurangi belanja dapur atau memilih alternatif yang lebih murah, meski harus mengorbankan kualitas. “Dulu bisa masak ayam dua kali seminggu, sekarang seminggu sekali aja udah mewah,” ujar Bu Marni sambil menenteng dua bungkus tahu.
Pemerintah Diminta Turun Tangan
Kenaikan harga ini tidak bisa terus dibiarkan. Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Dedi Santoso, menyatakan bahwa inflasi pangan bisa berdampak jangka panjang terhadap stabilitas sosial. “Kalau dapur sudah panas, jangan harap masyarakat bisa tenang. Ini persoalan perut, bukan sekadar angka statistik,” tegasnya.
Pemerintah sebenarnya telah menggulirkan program stabilisasi harga melalui operasi pasar dan subsidi pangan, namun di lapangan efeknya belum terlalu terasa. Banyak pedagang mengeluhkan pasokan dari distributor yang berkurang dan harga kulakan yang tak masuk akal.
Harapan dari Warung ke Warung
Di balik segala kegeraman dan keluhan, masyarakat tetap berusaha bertahan. Warung-warung kecil mulai mencari cara kreatif agar tetap bisa menjual makanan dengan harga terjangkau. “Sekarang saya jual nasi kucing Rp6.000 isi tempe sama sambal, biar orang masih bisa makan enak walau sederhana,” kata Mbak Nur, pemilik warung di Bekasi.
Namun satu hal yang menjadi seruan bersama: pemerintah harus segera mengambil langkah nyata dan berpihak kepada rakyat kecil. Karena ketika cabai sudah terbang, tapi gaji masih nyangkut di tanah, maka suara jeritan rakyat tak bisa lagi diabaikan.
Jika kamu mau, artikel ini bisa dikembangkan jadi liputan investigasi atau ditambahkan kutipan lucu dari netizen biar makin hidup. Mau dilanjut atau ditambah?
Recent Comments