Paus Fransiskus telah membuka babak baru dalam sejarah Gereja Katolik, khususnya dalam hal peran perempuan. Selama masa kepemimpinannya, Trisula 88 ia menaruh perhatian besar pada pentingnya keterlibatan perempuan dalam kehidupan Gereja, meskipun tantangan dan batasan tradisi masih menjadi hambatan.
Paus Fransiskus berulang kali menyuarakan bahwa Gereja membutuhkan suara dan kehadiran perempuan dalam pengambilan keputusan. Menurutnya, perempuan memiliki cara pandang, kepekaan, dan kekuatan spiritual yang berbeda namun melengkapi peran laki-laki dalam pelayanan gerejawi.
Langkah Nyata dalam Peningkatan Peran Perempuan
Salah satu langkah signifikan yang diambil Paus Fransiskus adalah mengangkat sejumlah perempuan untuk menempati posisi penting di Vatikan. Ia menunjuk perempuan dalam peran strategis di lembaga-lembaga kepausan, termasuk dalam Dikasteri untuk Laik, Keluarga dan Kehidupan, serta Dewan Ekonomi Vatikan — sebuah langkah yang sebelumnya jarang terjadi.
Pada tahun 2020, Paus menunjuk enam perempuan ke dalam Dewan Ekonomi, lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan keuangan Vatikan. Ini adalah momen bersejarah yang menandai komitmennya terhadap transparansi sekaligus pengakuan atas kemampuan profesional perempuan.
Selain itu, ia juga membuka pintu bagi perempuan untuk menjadi lektor dan akolit — dua pelayanan liturgis yang selama ini hampir sepenuhnya dijalankan oleh laki-laki. Melalui Motu Proprio Spiritus Domini, Paus resmi memberikan dasar hukum agar perempuan dapat terlibat dalam peran tersebut secara institusional.
Tetap Menghormati Tradisi, Tapi Bergerak ke Depan
Meski Paus Fransiskus tidak membuka pintu bagi tahbisan perempuan menjadi imam, ia terus mendorong Gereja untuk memikirkan cara baru agar perempuan bisa berkontribusi secara lebih berarti. Ia menekankan bahwa “Gereja bukan hanya tempat laki-laki memimpin dan perempuan mengikuti.” Sebaliknya, Gereja seharusnya mencerminkan keragaman karunia dalam tubuh Kristus.
Ia juga membentuk komisi khusus untuk mempelajari kemungkinan peran diakon perempuan dalam Gereja awal. Meskipun hasilnya belum mengarah pada perubahan konkret, langkah ini menunjukkan kesediaannya untuk mendengar, berdialog, dan membuka kemungkinan perubahan.
Menuju Gereja yang Lebih Inklusif
Melalui berbagai langkah tersebut, Paus Fransiskus mengajak Gereja Katolik untuk menjadi tempat yang lebih terbuka dan inklusif bagi perempuan. Ia tidak ingin perubahan dilakukan secara gegabah, tetapi melalui refleksi mendalam dan kesadaran penuh terhadap nilai spiritualitas perempuan.
Paus Fransiskus percaya bahwa kemajuan Gereja tidak hanya tergantung pada pemimpin pria di altar, tetapi juga pada perempuan yang bekerja, membimbing, dan menginspirasi di berbagai bidang pelayanan. Ia meninggalkan pesan kuat: bahwa martabat dan kontribusi perempuan harus diakui sepenuhnya demi Gereja yang lebih adil dan berimbang.
Recent Comments